Di dunia ini setiap orang memiliki perannya masing-masing.
Peran tersebut bisa dengan menjadi bagian dari pembangunan di sektor/bidang
tertentu seperti pendidikan, ekonomi, budaya,sosial atau politik. Lebih
spesifik lagi dijalankan dengan mengambil profesi tertentu seperti guru,
manajer, penulis, konsultan, PNS, dsb. Selain dalam dunia profesional di bidang
tertentu, ada pula yang mengambil peran dalam bidang agama. Bagaimanapun juga
sektor agama adalah sektor yang sangat krusial di sistem masyarakat. Saat
manusia sedemikian sibuk dengan urusan dunianya, disuguhi kenikmatan materi dan
kesenangan duniawi, harus ada orang-orang yang
terus mengingatkan untuk mendekat pada Tuhan dan tetap berjalan pada
koridorNya.
Di era yang serba profesional saat ini, lembaga dakwah atau
agamapun juga dikelola secara profesional dan terdapat sdm yang mengisi
posisi-posisi tertentu secara profesional. Namun bukan berarti untuk dakwah dan
mensyiarkan agama hanya berada di pundak para da’i atau agamawan. Kita yang
tidak bekerja di lembaga dakwah atau agama juga tidak cukup hanya mengikuti
pengajian dan berusaha menerapkan ajaran Islam secara individual, namun
berusaha sebisa mungkin juga turut mendengungkan Islam yang rahmatan lil’alamiin.
Beberapa waktu belakangan ini saya sering mengikuti page
atau IG muslim di luar negeri, terutama di Eropa dan Amerika. Mereka yang hidup
di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim bahkan ada yang phobia islam
terlihat begitu besar antusiasnya dalam mendakwahkan Islam. Mereka bukan da’i,
bukan lulusan pesantren, bahkan rata-rata adalah muallaf. Mereka sering berbagi
tentang apa yang mereka lakukan suatu hari, apa yang mereka temui, apa yang
mereka maknai dari kehidupan mereka. Tapi tidak hanya mengambil hikmah biasa,
mereka selalu menghubungkan dengan identitas mereka sebagai muslim yang
menerapkan ajaran Islam. Tidak jarang mereka bisa membuat orang non muslim
simpati dan akhirnya mau masuk Islam. Kisah-kisah seperti itu biasa saya ikuti di Facebook Muslim of
America. Saya juga pernah menemui video youtube tentang seorang remaja Amerika
yang mengajak orang-orang yang ia temui di jalan untuk mendengarkan ayat Al
Qur’an dan meminta tanggapan mereka. Dengan begitu banyak orang yang bisa tahu
bagaimana merdunya bacaan ayat Al Qur’an.
Ada juga video tentang seorang rapper Amerika yang menyampaikan ajaran
islam dengan cara nge-rap. Di dalamnya mengajak orang untuk memahami
nilai-nilai Islam secara ilmiah, logis namun tetap bersumber dari Al Qur’an. Timbul
haru dan ketakjuban saya atas apa yang mereka lakukan.
Saya dulu pernah ikut komunitas yang memang berisi
orang-orang yang fokus dalam bidang dakwah. Dari situ kemudian sayapun aktif
dan menjadi bagian dari kegiatan dakwah. Tetapi apa yang saya lakukan lebih
karena pengondisian dan tuntutan kegiatan. Karena berada di sebuah organisasi
agama, maka tentu saya punya tanggungjawab dakwah. Namun, ketika saya harus
mulai sibuk bekerja dan hidup di lingkungan orang-orang profesional di luar
lingkungan dakwah, seakan semua energi hanya untuk bekerja secara profesional
di bidang yang saya tekuni. Kontribusi yang bisa saya lakukan hanya infaq/zakat,
mengikuti pengajian atau melakukan kegiatan sosial. Kadang buat saya sendiri
timbul rasa bersalah, saya seakan tidak punya kontribusi besar untuk agama saya.
Padahal di saat-saat sulit hanya Allah penolong saya, saya bisa bangkit dan
hidup secara benar adalah karena nilai-nilai dalam Islam yang menuntun saya. Namun,
tidak banyak yang bisa saya lakukan, tidak banyak yang bisa saya bagi agar
orang lain juga bisa mengetahui betapa indahnya ajaran Islam.
Ada orang di mana ia membawa identitasnya di manapun. Seperti
seseorang yang diangkat menjadi duta tertentu, tentu dia harus berhati-hati
dalam berperilaku karena membawa nama baik sebuah organisasi atau lembaga.
Misalkan seseorang yang dinobatkan sebagai duta lingkungan, tentu jangan sampai
ia membuang sampah sembarangan atau terlihat menggunakan bahan-bahan yang tidak
ramah lingkungan. Apa yang dilakukannya selalu dikaitkan atau dilihat sebagai
upaya kampanye. Ia terikat pada tanggungjawab dan sebagai simbol dari
nilai-nilai menjaga lingkungan yang baik. Saya jadi sering berdialektika
tentang bagaimana peran saya seharusnya untuk turut serta mendakwahkan
nilai-nilai Islam meskipun saya bukan seorang da’i.
Bagi saya, dakwah itu tidak melulu menyampaikan nasehat atau
ayat-ayat Allah secara verbal. Dakwah itu bisa dengan apapaun, kita berbuat
baikpun adalah dakwah. Bagaimana perbuatan baik itu bisa menjadi sebuah dakwah?
Pertama, tentu harus diawali dengan niat. Niat adalah awal dan akar dari nilai
sebuah perbuatan. Niatkan untuk ibadah dan dakwah, maka kita akan lurus pada
tujuan mengabdi pada Allah dan mengamaliahkan ajaran Islam. Seperti petikan
sebuah ayat “Inna Sholati wanusuki wamah yahya wamamati lillahirobbil’alamiin (Sesungguhnya
sholatku, ibadahku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam).” Jadi
tidak ada segala perbuatan yang tidak karena ibadah. Jangan sampai melenceng
niatnya untuk pencitraan atau mencari keuntungan pribadi. Insya Allah, kita
bisa terhindar dari kesia-siaan.
Kedua, berbuat baik dulu baru menyampaikan hikmah atau
sumber inspirasi kita. Kata-kata yang baik tidaklah cukup tanpa contoh
perbuatan baik yang nyata. Kalau untuk menyampaikan ayat Al Qur’an, Hadits,
tafsir, Fiqh, dsb tentu para ulama atau agamawan yang paling ahli. Ada banyak
buku, blog, buletin, ceramah agama yang membahas tentang itu, namun semua itu
harus dilengkapi dengan contoh-contoh penerapan ajaran Islam oleh penganutnya. Siapa
pemberi contoh itu? tentu saja setiap muslim. Oleh karena itu, setiap muslim
adalah agen atau duta Islam. Setelah berbuat baik, bisa kita sisipkan hikmah di
dalamnya bahwa apa yang kita lakukan itu sebenarnya merupakan nilai-nilai yang
terkandung dalam Islam. Kita bisa menyebutkan sumber inspirasi dari apa yang
pernah dilakukan oleh tokoh Islam, ayat Al Qur’an, hadits atau apapun yang
berasal dari sumber islam.
Ada yang bilang kalau berbuat baik, tidak perlu simbol.
Islam itu yang inti adalah ajarannya, bukan simbolnya. Saya pikir, simbol itu tetap
sangat penting. Tinggal bagaimana cara kita mengkomunikasikan simbol tersebut.
Jika sumber dari kebaikan itu tidak kita sampaikan, jika identitas muslim itu
tidak kita sebutkan, bagaimana orang bisa mengerti darimana kita mendapatkan
inspirasi kebaikan. Darimana kita bisa mengajak orang untuk belajar dan
mendapatkan pelajaran dari ajaran yang baik. Dengan cara bil hikmah, tentu
orang akan menghargai dan menaruh simpati.
Dari situ, saya lalu membayangkan apabila ada seorang ilmuwan
muslim yang membuat berbagai temuan atau teknologi, ketika ia ditanya bagaimana
ia bisa mendapat temuan yang luar biasa, lantas ia menjawab, “Karena Al Qur’an.
Al Qur’an mengajarkan kita untuk menggali fenomena alam dan mencintai ilmu
pengetahuan”. Jika ada seorang ekonom muslim yang menciptakan suatu teori atau
pemecahan ekonomi yang luar biasa, lalu ketika ia ditanya bagaimana bisa
menemukan hal tersebut, ia pun menjawab, “Karena di dalam Islam, mengajarkan
untuk membuat sistem ekonomi yang seimbang, yang memperkecil kesenjangan antara
orang kaya dan miskin.” Jika ada seorang pengusaha sukses ditanya bagaimana
bisa sukses berbisnis lantas ia menjawab,”karena di Islam kita diajari untuk
bertebaran di muka bumi mencari rejeki dan menjaga amanah dalam hal apapun,
termasuk berbisnis.”
Ah,
alangkah indahnya, Islam memiliki dutanya di berbagai bidang. Tanpa perlu
dinobatkan sebagai duta muslim negara a,b,c tetapi kesadaran itu muncul dengan
sendirinya. Kesuksesan yang diraih oleh setiap muslim pada bidangnya
masing-masing adalah karena pembelajarannya dari Islam. Dengan itu pula ia
berterima kasih dan mengajak banyak orang untuk mengetahui keindahkan Islam
pula. Gema Islam rahmatan lil’alamiin akan lebih kencang berhembus di berbagai
bidang kehidupan.
0 comments:
Post a Comment