Saya
bersyukur, hidup di lingkungan yang cukup baik dengan teman-teman yang beragam
karakter, pemikiran dan sudut pandang. Perbedaan tesebut membuat saya belajar,
setiap orang memiliki perangkat dalam melihat suatu permasalahan. Satu syukur
yang lebih lagi adalah saya memiliki sahabat-sahabat yang bersama mereka saya bertukar
pikiran dan mendapat nasehat-nasehat yang baik. Apa yang saya lakukan sekarang,
juga buah dari nasehat seorang sahabat yang mulanya justru saya kira adalah
seseorang yang aneh dan hanya banyak omong. Sahabat saya ini menasehati saya
untuk menuangkan pemikiran dan semua gagasan apapun itu dalam bentuk tulisan. Dan
benar adanya, bahwa apa yang kita hasilkan dalam ranah praktis akan berlalu,
berubah bahkan hilang, sedangkan pemikiran dapat terus menerus diturunkan,
diteruskan dan disempurnakan. Melalui penalah, keinginan tersebut dapat
diwujudkan. Sebagaimana kata Pramoedya Ananta Toer:
“Orang boleh pandai setinggi langit, tapi selama ia tidak menulis, ia akan hilang di dalam masyarakat dan dari sejarah. Menulis adalah bekerja
untuk keabadian ”.
Kita memiliki
pemahaman bahwa tidak baik jika iman hanya sekedar iman. Meski yang beriman
terhadap Allah tanpa pengetahuan yang cukup adalah lebih baik daripada yang
tidak beriman. Namun, selemah-lemahnya iman adalah iman yang tanpa ilmu. Maka
semakin kita berilmu akan semakin besar pulalah iman kita. Mereka para pejuang
yang senantiasa berada di jalan lurus, yang memegang teguh kebenaran dan
waspada untuk tidak tergelincir dalam jalan sesat dan bisikan setan adalah
mereka yang benar-benar memiliki ilmu atas apa yang dihadapinya. Maka tiap-tiap
hal haruslah selalu digali sunnatullah dan ilmunya. Bahkan yang sudah menjadi
kebiasaan dan anggapan dasar banyak orang pun, harus kita imani secara sadar
dan dengan ilmu di dalamnya.
Kita sudah
memilih Islam sebagai agama yang benar. Kita percaya bahwa Islam adalah agama
yang memberi rahmat dan keselamatan. Bagaimana kita bisa percaya, sementara
kita tidak menggali setiap kata dalam wahyu-Nya. Kita tidak membaca sejarah
perjuangan para teladan agama kita tentang apa yang mereka perjuangkan,
bagaimana mereka berjuang dan mengamaliahkan setiap ajaran Islam. Meski kita
tidak menempuh karir sebagai pendakwah atau ahli agama, tafsir dan fiqh, namun
bukankah Islam adalah jalan hidup? maka siapa yang menganut Islam, mendasarkan
seluruh hidupnya dengan nilai Islam. Tidak satupun bagian dari hidupnya yang
berjalan tanpa asas Islam, dan tidak pula satu saja bagian dari islam tidak
hadir dalam hidupnya.
Tapi memang
yang demikian itu sungguh sulit. Sulit karena waktu yang terasa sedemikian
sempit dengan target-target pekerjaan dan persoalan kehidupan dunia. Sulit juga
karena hawa nafsu yang dimiliki manusia, terlebih ketika lemahnya pengendalian
terhadap hawa nafsu sudah menjadi moral. Di sini butuh dorongan yang kuat,
usaha yang keras, dan ketahanan. Kita harus bersabar, benar-benar bersabar
dalam proses yang penuh dengan tantangan.
Bagaimanapun
sulitnya, manusia adalah makhluk berakal. Kendati sebagian orang beranggapan
bahwa iman saja sudah mampu menjawab dan mengantarkan pada keselamatan atau ada
pula yang berpandangan agar tidak perlu manusia itu terlalu banyak
mempertanyakan segala hal. Kenyataannya mereka tidak bisa mengendalikan sunnatullah
kediriannya, yang diliputi pertanyaan, yang mencari puncak kebahagiaannya.
Dalam mengejar kebahagiaan-kebahagiaan itu mereka akan sampai pada pertanyaan
yang sama meski pada waktu yang berbeda, “Apa itu hidup? ke mana ujung dari
kehidupan? Bagaimana cara hidup?”
Dalam hal
keberagamaan, suatu ketika akan ada di mana muncul pertanyaan seputar pertolongan
Allah, ujian Allah, ampunan Allah, dan sebagianya. Ketika manusia berada di
sebuah titik masalah yang rumit, di situlah pertanyaan-pertanyaan mendasar
mulai muncul. Keimanan yang dibangun seperti apapun pada suatu titik dapat
goyah bahkan hancur tanpa didasari ilmu yang benar. Namun ilmu jangan dibayangkan
hanya didapat dari bacaan atau buku-buku. Ilmu itu ada dalam kenyataan yang
kita temui sehari-hari. Saat kita melihat apa yang ada di rumah, di masyarakat,
di langit, di jalan, di manapun ada ilmu yang bisa kita gali. Dari setiap benda
dan peristiwa memberikan kita pelajaran yang nyata. Sempatkanlah berpikir dan
merenung pada waktu-waktu tertentu agar yang kita lakukan tidak hanya sekedar
rutinitas dan ilmu tidak hanya sekedar lewat. Jadilah manusia berilmu, insya
Allah akan bertambah iman kita. Jika semakin berilmu, iman kita semakin
berkurang, semakin menjadi orang yang sombong maka tentu ada yang salah.
Kesalahan itu bisa jadi bukan terletak dari ilmu yang kita pelajari, tetapi
dari bagaimana kita mempelajarinya.
“Sesungguhnya dalam penciptaan
langit dan bumi, silih bergantinya malam dan siang, bahtera yang berlayar di
laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari
langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati
(kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran
angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat)
tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan.” Al
Baqarah 164.
0 comments:
Post a Comment