Pengantar
Kebanyakan orang memandang bahwa apa yang dimaksud ujian adalah
penderitaan dan kesengsaran. Orang menjadi sangat khusyu’ mengingat Allah dan
berdo’a ketika mereka dalam masalah yang berat, namun ketika dalam keadaan yang
lapang apalagi berbahagia, banyak orang yang kemudian terlena. Sekedar
mengucapkan Alhamdulillah, tetapi lupa akan amanah yang diberikan Tuhannya.
Sebagaimana yang disebutkan dalam firman Allah: “Maka
apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan
kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu
hanyalah karena kepintaranku.” Sebenarnya itu adalah ujian tetapi kebanyakan
mereka itu tidak mengetahui.” (Az-Zumar 49). Sehingga segala yang didapatkan
dan dimiliki oleh manusia sebenarnya merupakan ujian. Apa yang bisa
menggelincirkan manusia tidak hanya tekanan, kemiskinan, kegagalan tetapi juga
kesenangan, kemenangan, harta benda.
Dari situ, sudah tentu manusia harus senantiasa waspada
terhadap segala ujian, baik yang nampak, maupun tidak nampak, baik yang berupa
kesedihan maupun kesenangan karena di situ setan senantiasa membisikkan
godaannya. Maka perlu, bagi kita untuk terus menerus menjaga kesadaran dan
membangun kekuatan untuk menghadapi segala kemungkinan. Sungguh bersyukur,
Allah mengajarkan manusia untuk sholat dan sabar sebagai penolong manusia
menghadapi berbagai cobaan.
Sholat
dan sabar sebagai penolong
Perintah Allah untuk menjadikan
sabar dan sholat sebagai penolong disebut beberapa kali dalam Al Quran. Saya
dulu sempat ragu bagaimana bisa sholat dan sabar menjadi penolong? Jika memang
demikian, mudah sekali untuk mendapatkan pertolongan Allah hanya melalui sholat
dan sabar. Kalau begitu, harusnya banyak yang tertolong, karena banyak sekali
di dunia ini orang-orang yang sholat dan bersabar dalam penderitaan. Kemudian Saya
membaca ayat ini:
Jadikan Sholat dan Sabar sebagai penolongmu. dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu’
yaitu orang-orang yang meyakini, bahwa mereka akan menemui
Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya (Al Baqarah 45-46)
Saya masih bingung, mengapa sholat dan sabar merupakan hal
yang sungguh berat? Bukankah banyak umat muslim yang sholat dan sabar? Tetapi
kemudian Allah juga menyampaikan “kecuali orang-orang yang khusyu’. Yaitu
orang-orang yang meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan bahwa mereka
akan kembali kepada-Nya.”
- Kekhusyu’an dalam sholat
Terkadang orang memahami khusyu’ hanya sebatas konsentrasi,
meninggalkan berbagai persoalan duniawi sehingga berfokus pada gerakan dan
bacaan tajwidnya. Atau berfokus pada zatNya saja. Di sisi lain, bagi
orang-orang yang senantiasa mempotensikan berpikirnya, memecahkan sesuatu
dengan berdasarkan ilmu pengetahuan dan kerja kerasnya saja, menempatkan sholat
hanya sebagai penenang jiwa. Tidak sedikit pula yang memandang hanya sekedar
perintah wajib tanpa memiliki bekasan apapun ketika sholat.
Perintah Sholat turun ketika Nabi Muhammad diliputi
kesedihan yang cukup mendalam atas meninggalnya paman dan istrinya. Nabi hampir
putus asa dihadapkan pada tekanan Quraisy terhadap dakwahnya. Sementara paman
dan istrinya yang sangat berperan dalam melindunginya sudah tiada. Hingga tahun
itu dikenal sebagai tahun kesedihan. Kemudian terjadilah peristiwa Isra’ Mi’raj
dan nabi diperintahkan untuk sholat. Kemudian bangkitlah lagi semangat dan
kegigihannya untuk berjuang menegakkan Islam.
Lahirnya kembali semangat dari keputus-asaan dan ketenangan
dari kegelisahan melalui sholat mungkin sering kita dengar, tetapi belum tentu
kita semua mendapatkan pengalaman rasa yang sama. Saya sendiri pernah mengalami
saat-saat yang begitu sulit, saat Saya harus berpisah dengan orang tua dan
bekerja menjaga rumah orang yang sedang terlibat hutang. Mereka sekeluarga
pindah ke luar kota sedangkan Saya setiap hari sendiri menjaga rumah, makan
dari pemberian tetangga, berangkat dan pulang sekolah harus sembunyi-sembunyi
karena sering didatangi oleh penagih hutang. Di situ hampir tiap hari Saya
sholat malam dan berdo’a kepada Allah. Dari situ Saya mendapatkan kekuatan,
keberanian untuk menghadapi masalah dan tidak takut dalam kesendirian karena
Saya yakin Allah selalu bersama hambaNya. Sehingga dalam masa-masa sedih,
ketika di dalam kesempitan, Saya sering meluangkan waktu untuk sekedar ‘curhat’
kepada Allah di waktu selesai sholat meski tidak bercerita kepada teman ataupun
keluarga.
Sholat akan semakin bermakna ketika kita memahami arti dari
yang kita bacaan. Seperti setiap kali kita mengucapkan “Inna Sholati wanusuki
wama yahya wamamati”, yaitu sesungguhnya sholatku, ibadahku hanya untuk Allah.
Di situ akan muncul refleksi, benarkah selama ini saya sudah memberikan
segalanya untuk menjalankan perintah Allah, kemudian muncul keinginan untuk
menjalankan janjinya itu.
Beberapa pengalaman Saya dalam sholat memberikan bekasan
tersendiri. Ketika Saya berada dalam kesulitan, sering membaca surat Adh Dhuha
ketika Sholat. Ketika membaca surat tersebut, mengingatkan bagaimana Saya dulu
yang tidak tahu tentang agama, pernah cenderung pada kebebasan, berada pada
kemiskinan kemudian Allah membukakan jalan kepada Saya, dikenalkan pada Islam
yang rahmatan lil’alamiin, cinta pada ilmu pengetahuan dan memberi manfaat bagi
orang lain. Sekarang pun Saya sudah bekerja dan mendapatkan penghasilan yang
cukup bahkan bisa membantu keluarga. Dalam kebuntuan, Saya membaca surat Asy
Syarh “inna maal usri usro, fa inna maal usri usro” dari situ kemudian Saya
tidak saja termotivasi namun mendapatkan hati yang tenang dan pikiran yang
jernih. Selepas itu mulai mengurai persoalan dan memikirkan
kemungkinan-kemungkinan, hingga mendapatkan pemecahan masalah.
Ketika dalam kondisi yang lapang, Saya kadang membaca surat
Al Asr, dari situ Saya teringat bahwa waktu luang ada ujian, kesehatan adalah
ujian, harus dimanfaatkan sebaik-baiknya. Setelah Sholat, Saya terringat untuk
membuat perencanaan, melakukan evaluasi apa yang sudah dilakukan dan apa yang
belum dilakukan. Di situlah kemudian Saya merasakan bagaimana sholat menjadi
pemecahan masalah, tidak hanya sebagai penenang jiwa, motivasi tetapi juga
memberikan kesadaran dan penerangan.
- Sabar dalam berbagai ujian
Banyak orang yang menggunakan jargon sabar lebih mengarah
pada menerima atau pasrah dengan keadaan. Saya yang hidup di lingkungan
keluarga yang menganut pemahaman ‘alon-alon asal kelakon’ tidak begitu suka
dengan harus terus menerus bersabar. Kesabaran sering Saya benturkan dengan
kecepatan, perubahan, hasil yang nyata, dsb. Namun, ternyata sabar yang
sesungguhnya memiliki makna lebih jauh. Dalam firman Allah dan sejarah-sejarah
perjuangan umat Islam senantiasa dikisahkan tentang kebaikan orang-orang
bersabar.
Sudah tentu ketika di dalam kesulitan orang harus bersabar
dan tidak putus asa, namun sabar tidak boleh diartikan hanya menerima keadaan
dan menunggu kebaikan datang dengan sendiri. Di dalam kesulitan, orang yang
bersabar berpikir tentang jalan keluar. Mereka justru membuat hitung-hitungan
yang lebih rinci, senantiasa waspada dan memeta keadaan. Mereka tidak bisa
segera melangkah karena memperhitungkan resiko-resikonya. Seperti sabar dalam
menjalani proses karir. Terkadang ada kejenuhan, kebuntuan, konflik, kehilangan
arah. Kesabaran dibutuhkan untuk membuka sunnatullah jalan kesuksesan,
menghitung minat, prospectus, resiko dan dampak bagi organisasi dan masyarakat.
Di situlah sabar bisa membuahkan kemenangan. Sebagaimana mana kemenangan yang
diraih oleh Nabi dan para sahabat dalam menegakkan Islam yang penuh rahmat.
Namun, kesabaran bukan saja dibutuhkan dalam keadaan sempit
dan susah. Namun juga menghadapi kesenangan dunia. Umat muslim yang saat ini
hidup di era modern, tidak seperti di masa nabi. Saat itu musuh begitu Nampak
dan nyata. Tetapi saat ini umat islam dihadapkan pada musuh yang tidak nampak,
yaitu kilau materi dan kesenangan kebebasan. Betapa nikmatnya memiliki rumah
yang nyaman, mobil yang mewah, baju yang modis, gadget yang canggih. Betapa
bahagianya memiliki pacar, memiliki suami/istri yang menyayangi kita, tempat
berkasih sayang. Dari situ muncul perilaku memberikan apa yang mereka inginkan,
berusaha membahagiakan mereka dengan pijakan materi dan kenyamanan perasaan
semata, bukan karena perintah Allah. Kita juga akan menjadi bangga ketika
menapaki jalan karir yang sukses, diakui kepandaian, dipuji banyak orang,
mendapatkan banyak pernghargaan. Dari situ bibit kesombongan mulai ada, merasa
yang paling berjasa dan meremehkan orang lain. Merasa paling benar dan tidak
lagi punya semangat menggali sunnatullah. Sampai akhirnya terjerumus dalam
jurang kesesatan.
Keyakinan
akan kembali pada Allah
Orang yang sholat dan sabar dengan benar, akan senantiasa
menyadari bahwa apa yang dimilikinya bukanlah sesuatu yang kekal. Apa yang yang
dimiliknya hanyalah titipan dan amanah dari Allah, kelak semua akan kembali
kepada Allah, termasuk dirinya sendiri. Dan dia tidak kembali kepada Allah
dalam kekosongan melainkan untuk mempertanggungjawabkan segala yang
diperbuatnya, yang Nampak maupun yang ada di dalam hatinya. Ketika menyadari
hal tersebut dan tidak tahu kapan ia akan kembali kepada Allah, tentu dia akan
berusaha menggunakan waktunya dengan baik. Ia akan menghitung apakah sudah
cukup ilmunya, harta yang ia zakatkan, kebaikan yang lakukan.
Maka orang-orang yang menjalankan sholat dan sabar dalam
keadaan khusyu’ juga akan lahir keberanian, akan hilang segala keresahan selain
keresahan akan takutnya ia pada dosa-dosanya. Oleh karena itu, orang yang
menjalankan sholat dan bersabar dengan kesungguhan, maka akan senantiasa
memiliki kesadaran akan kedudukannya, tanggungjawabnya, dan senantiasa
wasapada. Mereka juga tidak akan takut menghadapi segala rintangan, karena
yakin Allah bersamanya dan akan menolongnya. Maka, setiap ada masalah, setiap
ada ujian, tidaklah berkurang imannya tidaklah berkurang keberanian melainkan
semakin tumbuh dan terus membesar.
0 comments:
Post a Comment