Social Icons

Pages

Monday, April 18, 2016

Menilai tidak Hanya dari Sekedar Hasil




Saya dulu sering merasa minder saat melihat apa yang saya hasilkan tidak sebesar kawan-kawan saya. Saya melihat ada teman-teman yang bisa menjadi pengusaha sukses, mendapat jabatan tinggi di perusahaan dan organisasinya dengan segudang prestasi dan catatan keberhasilan yang fantastis. Dari hasil usaha tersebut mereka bisa membahagiakan keluarganya, membantu banyak orang dengan harta dan kinerjanya. Mereka tidak saja dikenal dan berbuat untuk orang-orang di sekitarnya, tetapi nasional dan dunia. Orang-orang seperti itu tentu akan mendapat ganjaran yang besar dunia dan akherat. Merekalah orang-orang sukses menurut pandangan saya saat itu. Lalu saya melihat diri saya, “Ah, apalah saya yang hanya biasa-biasa ini”. Kadang saya masih harus setengah mati hanya untuk bisa survive hidup dan belum bisa berbuat banyak untuk masyarakat dan negara.
Saya adalah orang yang sangat menyukai perjalanan. Meski bukan seorang traveller kelas kakap dan hanya memiliki sedikit list kota yang pernah saya kunjungi, namun ke manapun saya berjalan selalu berusaha mengamati sekeliling saya. Setiap saya pergi ke mana saja, saya selalu menjumpai orang-orang yang berjuang keras untuk bisa bertahan hidup. Petani kecil, pedagang kecil dan asongan, seniman jalanan, tukang becak, dan banyak profesi lain sejenisnya yang jauh dari prestasi besar, harta berlimpah dan popularitas. Mereka adalah orang-orang yang tidak dianggap sukses oleh masyarakat pada umumnya bahkan kadang tidak dihargai.
Suatu ketika ada ada teman di Fb yang menshare sebuah foto nenek tua dengan baju kumuh dan sangat kusut memasukkan lembaran uang kecil dan beberapa receh ke kotak amal di sebuah toko. Saya juga pernah menonton acara Kick Andy yang mengangkat kisah  seorang supir bus di Bima yang mendirikan sebuah Madrasah. Orang tua yang menyekolahkan anaknya di sana dibebaskan untuk membayar semampunya, jika tidak mampu ya tidak perlu membayar. Sangat sederhana dan penuh keterbatasan, tetapi sungguh bermakna. Ada juga kisah tentang seorang tukang becak di Surabaya yang hampir setiap malam menutup lubang di jalan demi keselamatan pengguna jalan. Saya sendiri pernah mengunjungi sebuah sekolah non formal gratis di daerah Bantar Gebang yang dibuat untuk anak-anak pemulung. Saat itu saya bertemu dengan pendirinya, Pak Nadam. Sosok sederhana yang rela mendedikasikan hidup untuk pendidikan anak pemulung di area pembuangan sampah Bantar Gebang. Dan masih banyak lagi kisah-kisah serupa, tentang kebaikan dan upaya yang dilakukan oleh orang-orang sangat biasa yang bahkan belum bisa dilakukan oleh orang-orang dengan pendidikan dan pangkat yang tinggi serta harta yang banyak sekalipun.
Saya jadi berpikir alangkah luar biasanya perbuatan orang-orang tadi. Bahkan saya sangat trenyuh mendengar kisah seorang ibu di daerah kampung sumur, Duren sawit Jakarta yang membesarkan 4 orang anaknya. Ibu itu bekerja sangat keras agar anak-anaknya bisa sekolah dan menyempatkan untuk memberikan nilai moral agar anak-anaknya tidak menjadi anak nakal. Meskipun Ia hanya berpendidikan rendah dan berpenghasilan pas-pasan. Bukankah sangat hebat perjuangannya? Apakah perjuangannya tidak kalah hebat dengan orang-orang berilmu, berpendidikan dan berpangkat itu? sedangkan kondisi dan sumberdayanya sangat terbatas sekali.
Saya pun menjadi bertanya kembali, “Seperti apa sejatinya orang-orang yang mulia itu? Apa yang dilihat oleh Allah dalam perjuangan seorang hamba? Apakah proses ataukah hasil?”. Saya pernah membaca sebuah kutipan dari ceramah Cak Nun, “Nilai Perjuangan di mata Allah dan hakikat kebenaran tidak ditentukan oleh berhasil tidaknya suatu perjuangan. Melainkan ditentukan oleh kesetiaan daya juang sampai batas yang seharusnya dilakukan”.
Dari situ saya berusaha memahami, bahwa Allah lebih melihat proses. Manusia harus berproses sesuai dengan dayanya, sampai batas maksimal yang dimilikinya. Tak peduli ia kaya atau miskin, berprestasi atau tidak, berpangkat atau tidak. Sejauh ia melakukan berbagai upaya dengan segala kemampuannya, itulah perjuangan yang dinilai oleh Allah. Ia tak boleh lesu dan menyerah, entah bagaimanapun hasilnya.
Jika belajar dari kisah besar perjuangan para Nabi, Seandainya pahala seseorang ditentukan oleh hasil dari usahanya, maka tentu hanya sedikit saja nabi yang dimuliakan oleh Allah. Satu-satunya Nabi yang sukses secara hasil, saya kira adalah Nabi Muhammad. Nabi Muhammad merupakan nabi yang sukses menyebarkan tauhid dan agama yang diikuti oleh mayoritas penduduk dunia dan bertahan hingga seribu tahun lebih. Coba Kita tengok bagaimana kisah perjuangan nabi Nuh yang menurut riwayat hanya mendapat tiga belas pengikut. Bahkan istri dan anaknya tidak mau mendengarkan dakwahnya. Namun Allah memujinya dalam sebuah ayat, “Kesejahteraan dilimpahkan atas Nuh di seluruh alam. Sesungguhnya demikianlah kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Ash-Shaffat: 79-81).
Kita juga tahu bagaimana kisah perjuangan nabi Ayub yang penuh dengan ujian. Dalam hidupnya beliau banyak ditimpa musibah. Beliau ditimpa penyakit, kemiskinan, dikucilkan bahkan istrinya juga meninggalkannya. Nabi Ayub mendapatkan ujian keimanan dan kesabaran yang bertubi-tubi selama bertahun-tahun. Dalam kondisi seperti itu perjuangan Nabi Ayub untuk sabar, tetap bersyukur dan beriman pada Allah adalah perjuangan yang luar biasa. Alla pun memujinya dalam sebuah ayat,   "Sesungguhnya Kami dapati dia (Ayub) seorang yang sabar. Dialah sebaih-baik hamba. Sesungguhnya dia amat taat (kepada Tuhannya)." (QS. Shad: 44)
Masih banyak lagi kisah perjuangan Nabi yang berakhir dengan sedikit umat yang mau mengikuti petunjuknya. Tidak sedikit pula yang berakhir dengan dikhianati dan dibunuh oleh kaumnya. Namun, mereka tetap merupakan Nabi yang dimuliakan dan dijamin surga oleh Allah. Sehingga menurut pemahaman saya kini, setiap orang di dunia ini terlahir dengan kondisinya masing-masing dan tumbuh pada lingkungannya masing-masing. Dari situ setiap orang memiliki kemampuan dan batas masing-masing, amanah maupun ujian tiap manusia juga berbeda-beda. Maka tidak bisa hasilnya sama antara satu sama lain. Seorang yang memiliki ilmu, harta dan akses yang besar, tentu memiliki tanggungjawab besar pula untuk berbuat yang lebih besar terhadap masyarakat. Ujiannya biasanya adalah kesombongan baik kepada sesama manusia maupun kepada Allah. Sedangkan orang dengan ilmu, harta dan akses yang sedikit, bahkan mungkin masalah yang begitu banyak juga memiliki amanah dan ujiannya sendiri. Mempertahankan iman dan rasa syukur di tengah situasi sulit dan masalah hidup yang menghimpit juga adalah perjuangan yang luar biasa. Itulah yang menurut saya, makna Allah melihat manusia dari keimanan dan ketaqwaannya.
Subhanallah..sungguh Allah maha besar dan adil. Tentu hal ini jangan sampai membuat kita justru bermalas-malasan dan merasa menjadi orang yang terbatas sehingga tidak berbuat banyak. Kita harus berhati-hati, jangan-jangan kita belum maksimal dalam mengeluarkan kemampuan kita. Teruslah berjuang hingga batas terakhir daya kita.  

0 comments:

Post a Comment

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates