Saya punya keyakinan sejak dulu,
bahwa setiap manusia akan mendapatkan ujian besar dalam hidupnya, baik ujian
dalam kesenangan maupun penderitaan. Sudah jadi commonsense bahwa harta, tahta,
pasangan (wanita/pria) merupakan ujian bagi setiap manusia yang bisa membuatnya
hancur apabila terjebak di dalamnya. Bagi orang-orang yang sangat ingin
senantiasa berada di jalan lurus dan menjadi hamba Allah yang baik, tentu
sangat tidak ingin tergelincir pada jebakan tadi. Namun, manusia harus
membuktikan seberapa keimanan dan ketaqwaannya kepada Tuhannya. Melalui ujian
itulah, manusia dapat belajar sekaligus membuktikannya. Dan ujian itu tidak
sama antara satu orang dengan lainnya.
Saya sebenarnya bukan orang yang
terlalu ambisius terhadap segala sesuatu. Masalah demi masalah yang pernah saya
hadapai sejak kecil membuat saya lebih tegar. Terkadang malah membuat saya tidak terlalu memiliki ikatan emosional terhadap apapun. Saya lahir dari
keluarga yang sangat sederhana, hidup dengan segala keterbatasan merupakan hal
yang biasa buat saya. Saya kemudian menjadi orang yang lebih suka dengan
kegiatan sosial dan tidak terlalu mengejar materi. Masa depan yang saya
gambarkan bukanlah rumah mewah, mobil dan berbagai fasilitas mewah. Saya ingin
membantu orang miskin lebih banyak, memberikan pendidikan bagi anak-anak di
daerah pelosok, bisa mengajak anak-anak muda melakukan kegiatan positif dan
pokoknya berbuat yang bermanfaat. Saya tahan kerja keras dan menderita dalam
medan yang sulit. Saya tidak terlalu ingin punya jabatan mentereng di
perusahaan atau lembaga manapun. Saya cukup jadi orang biasa yang punya
kesempatan membantu orang lain, itu sudah cukup. Bagaimana dengan pasangan? Saya
tidak terlalu tergila-gila dengan cinta. Bisa dibilang kalau saya cukup dingin.
Saya bahkan berpikir jika pasangan tidak memberikan kebahagiaan atau tidak
menunjang saya untuk mencapai cita-cita saya, maka saya tidak keberatan jika
harus kehilangan.
Saya lantas sempat bertanya, lalu
apa yang kira-kira akan menjadi ujian besar dalam hidup saya? Saat yang saya
cintai adalah dunia di mana saya mengabdikan diri untuk membantu orang lain
dalam sebuah rumah sederhana. Bersama dengan orang-orang yang saya anggap juga
mulia dan saling membantu. Tidak ada yang menandingi cinta saya terhadap
dunia saya ini. Saya bisa menghabiskan seluruh pikiran, tenaga, waktu saya
untuk berbuat sesuatu yang bermanfaat yang saya pikir adalah sebuah wujud dari
ibadah saya juga. Sepertinya saya siap dengan segala ujian hidup ini.
Ah, ternyata betapa sempitnya
ilmu saya, tidak pernah ada yang abadi di dunia ini. Tak pernah ada gading yang
tak retak. Allah sungguh punya sebuah bingkisan yang tak pernah kita duga.
Entah bagaimana mulanya, tapi
kenyataannya semua runtuh dalam waktu yang cukup singkat. Sesuatu yang saya
anggap baik pun berubah menjadi menyeramkan. Kearifan dan kebijaksanaan menjadi kemarahan dan
tuduhan serampangan. Tak ada kesempatan tersisa bahkan tak sempat mengucap
salam perpisahan. Pada akhirnya, saya harus melepas hampir segalanya, bahkan
yang menjadi separuh jiwa saya.
Dari sini kemudian saya belajar
tentang keikhlasan. Keikhlasan atas segala hal. Semua yang kita miliki bisa
hilang sama sekali menjadi seakan NOL. Kita melepas satu per satu, menanggalkan
dunia yang melekat di diri kita. Nama baik, teman, sahabat, prestasi, cinta,
karir, semua hilang dalam satu letupan. Allah menguji kita, maukah kita
melepasnya? Relakah manusia ini menjadi hina dihadapan manusia lain. Menjadi tak
berarti di mata manusia lain, tidak lagi dihargai, tidak dipedulikan
prestasinya bahkan mungkin dipandang sampah.
Tapi sungguh indahnya Allah dalam
membimbing hambaNya untuk benar-benar tegar dan tangguh. Kehilangan segalanyakah
manusia dalam posisi seperti itu? bukankah iman adalah segalanya? Tidak cukupkah
jika iman yang melekat dalam diri kita.
Kita mungkin bisa belajar dengan membaca
Ayat-ayat Al Qur’an tentang ujian, kesabaran atau kisah para Nabi dan tokoh di
dunia tentang macam ujian, bagaimana mereka mendapatkan ujian dan melewatinya. Kita
bisa menarik hikmah dan pengetahuan dari hal tersebut. Tetapi bagaimana mental
kita tertempa, nyali terasah, kekuatan terbangun dan iman teruji tanpa ujian itu
sendiri? Tentu saja ujian yang bisa membentuk seseorang menjadi luar biasa dan
hamba yang mulia itu bukanlah ujian yang sederhana atau terprediksi sebelumnya.
Tak terencana dan tak terduga, di situlah kita kemudian bisa tertempa.
Dalam menghadapi ujian ini kita
bisa mengingat ayat Allah, “Maka
sesungguhnya beserta kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya beserta
kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila engkau telah selesai, maka tegaklah.
Dan hanya kepada Tuhanmu, hendaklah engkau berharap (QS Al Insyiraah 5-8).”
Hal ini cukup jelas menerangkan bahwa di dalam kesulitan, Allah mengiringi pula
dengan kemudahan. Setelah kita telah cukup dalam bersedih, maka segeralah untuk
tegak, berpikir kembali tentang jalan
keluar. Dan selalu pasti ada jalan keluar beserta doa yang kita panjatkan.
Setelah saya melewati situasi
kritis, saya merasa apa yang terjadi pada saya, ujian saya yang lalui justru
merupakan sebuah nikmat. Ketika berada di situasi sulit sebelumnya, saya
kemudian banyak melakukan evaluasi dan perenungan. Saya kemudian banyak membaca
ayat Al Qur’an yang dulu jarang saya buka, saya berdialektika tentang apa itu
iman, Islam, amal shalih dan banyak hal tentang Islam. Saya membaca buku dan
mendengar nasehat dari orang-orang yang sebelumnya bahkan saya remehkan. Dari situ
saya justru bertemu dengan orang-orang baru yang memberikan banyak
kebijaksanaan. Saya bisa memasuki ruang dan tempat yang dulu belum pernah saya
datangi, yang dulu hanya dalam angan-angan saya.
Ujian itu memang tidak bisa
dihadapi dengan mudah, tetapi saat kita bisa bersabar, ikhlas dan berserah
hanya pada Allah, maka Ia lah yang akan menuntun langkah kita. Kita mungkin
tidak percaya bahwa musibah adalah nikmat, tetapi coba kita tengok dari sudut
pandang lain. Adanya ujian mendekatkan kita kepada Allah, meruntuhkan ego dan
kesombongan, menjadi lebih berhati-hati dan menghargai orang lain. Ujian membuat
kita sedih, tetapi justru mungkin malah mendekatkan kita kepada keluarga atau
orang-orang baik yang sebelumnya kita abaikan. Bahkan bisa jadi membuka
kesempatan lebih luas kita untuk berprestasi dan berkarya lebih luas lagi.
Siapapun Anda yang membaca
tulisan ini, kita mungkin memiliki cerita yang berbeda. Kita hidup dalam
lingkungan dan kondisi berbeda, ujian kita pun tentunya berbeda. Tapi apapun
yang Anda alami, kita bisa memiliki semangat yang sama untuk survive. Selamat berjuang,
tetap istiqomah, dan Anda akan merasakan terlahir untuk kesekian kali.
Sebagai penutup, saya sangat suka
petikan kata-kata Dahlan Iskan dalam sepatu Dahlan ini, “Tuhan menempatkanmu di posisi yang sekarang, bukan karena kebetulan,
tetapi karena rencanaNya. Orang yang hebat tidak dihasilkan melalui kemudahan,
kesenangan, dan kenyamanan. Mereka dibentuk melalui kesukaran, tantangan dan bahkan
air mata. Mereka yang menabur dalam kebenaran, tidak akan kembali dengan
sia-sia.”
0 comments:
Post a Comment