Social Icons

Pages

Friday, April 22, 2016

Pelajaran Hidup dalam Perjalananku





Saya termasuk orang yang sangat menyukai perjalanan. Tidak harus untuk tujuan travelling atau rekreasi. Sekedar pergi ke rumah teman, komunitas, mall, gedung pameran, ke mana saja tempat baru dan rute baru. Saya lebih sering bepergian dengan sepeda motor daripada angkutan umum, kecuali untuk jarak yang sangat sangat jauh. Tapi kalau hanya kota antar jabodetabek sampai Karawang, Surabaya-Gresik-Sidoarjo-Lamongan, masih bisa saya tempuh dengan mengendarai motor. Karena suka dan sering melakukan perjalanan itu, saya jadi seakan mudah paham logika jalan dan tidak terlalu lama untuk menghafal rute. Kadang saya merasa bahwa nyasar adalah pengalaman terbaik untuk bisa mengenal jalan baru dan mendapat kepuasaan bila bisa menyelesaikannya.
Kalau 5 tahun lalu, HP android belum menjamur seperti sekarang. Pergi kemana-mana saya biasanya mengandalkan peta fisik atau tanya ke orang dan minta dia menggambarkan peta jalannya. Tetapi sekarang, saya punya penasehat utama yaitu google map. Pergi ke manapun, saya minta petunjuknya dan itu menjadi acuan buat saya. Google map akan selalu ON dalam setiap perjalanan baru saya. Apakah lantas perjalanan jadi mulus sesuai road map tersebut? Ternyata tidak selalu mulus, meski peta sudah ada di tangan. Lebih jauh dari itu, saya lantas menyadari, ternyata dinamika kehidupan ini tak ubahnya seperti saat saya melakukan perjalanan dalam tiap rute saya.  
Saya menulis ini karena secara spontan muncul dalam pikiran saat menempuh perjalanan beberapa hari yang lalu. Saya berkendara motor sekitar pukul setengah sebelas malam, baterai HP saya tidak lagi bisa diandalkan. Hari sudah sangat larut, hujan ringanpun turun menambah dinginnya malam. Di ibu kota Jakarta pun, tidak semua jalannya terang benderang oleh lampu, apalagi yang berbatasan dengan kota penyangga.
Saya hanya sekali melewati jalan itu dan itupun dibonceng, sehingga saya tidak begitu memperhatikan rutenya. Tentu saja yang bisa saya andalkan adalah ingatan yang sedikit serta naluri. Beberapa kali saya ragu ketika melewati pertigaan, saya harus memilih belok atau lurus? Saya ingin bertanya pada orang, namun jam segitu tentu jarang orang yang masih beraktivitas. Kalaupun ada, saya juga perlu waspada jangan sampai saya bertanya pada preman atau begal yang malah bisa membahayakan keselamatan saya. Beruntung saya bertemu bapak dan ibu yang masih berdagang hingga malam serta anak muda memperbaiki motor di bengkel sederhanya. Mereka membantu saya menunjukkan jalan. Namun, memang perjalanan yang saya tempuh cukup jauh, sehingga saya harus bertanya beberapa kali untuk memastikan saya tidak salah berbelok.
Itu adalah pengalaman perjalanan saya yang bisa dibilang lebih mulus, meski cukup panjang dan di tengah malam. Sudah berkali-kali saya sering nyasar meski menggunakan peta. Saya pernah juga berputar dua atau tiga kali pada jalan yang sama karena tidak menemukan jalan keluar yang harusnya membawa saya ke jalan utama. Saya sudah mencoba bertanya, tetapi malah dibuat bingung oleh orang yang saya tanyai, sebab di jalan tersebut ada banyak sekali gang-gang kecil. Saya sangat jengkel rasanya. Biasanya saya alami ketika melewati jalanan di perkampungan. Seperti hidup, kadang kita mengulang kesalahan yang sama atau mengalami situasi sulit yang hampir sama beberapa kali. Kita jadi merasa jengkel, marah, hampir habis kesabaran, tapi bagaimanapun harus menemukan jalan keluar.
Peta adalah pengarah perjalanan kita, menjadi patokan jalan yang akan kita tempuh. Tetapi peta juga tidak selalu cukup. Perjalanan yang tidak cukup dengan peta itu sering saya alami apabila menempuh perjalanan di Jakarta. Saat google map menunjukkan saya harus lurus, ternyata ada dua atau tiga jalur yang harus saya pilih. Saya harus lurus ke jalur kiri, kanan atau tengah, jalur atas atau bawah. Saya pernah memilih jalur yang salah dan membuat saya harus berputar sangat jauh. Kalau adajalur putar balik, saya lebih mudah untuk kembali ke rute yang benar. Tetapi kadang saya tidak bisa putar balik dan malah harus mengikuti rute tersebut, berjalan lebih jauh untuk akhirnya bisa kembali ke rute saya yang benar.
Hidup pun buat saya seperti itu. Di awal, kita sudah memegang peta yang kita anggap sebagai patokan dan pengarah. Peta itu bisa berupa perencanaan atau paling tidak gambaran tentang kehidupan. Apa yang menjadi pengarah bisa berupa prinsip hidup, pemikiran atau nasehat yang kita pegang. Namun ternyata semua itu belum bisa selalu diandalkan. Mungkin karena kita kurang dalam menafsirkan atau memahami petunjuk tersebut atau memang karena ada situasi yang berubah. Hal tersebut membuat kita jadi berbelok ke jalan yang salah, terjebak dalam rute yang rumit. Lalu kita harus berhenti sejenak untuk mencari jalan keluar, mengevaluasi rute perjalanan atau bertanya pada orang lain untuk mendapatkan petunjuk arah yang benar. Dalam bertanya kepada orang pun, kita harus waspada. Apakah orang itu benar-benar tahu, memberikan informasi yang tepat. Jangan sampai kita kena tipu atau malah semakin tersesat. Oleh karena itu, kadang dibutuhkan perbandingan informasi. Saya biasanya tidak hanya bertanya ke satu orang untuk menguji validitas arah yang diberikan.  
Saya jadi belajar bahwa hidup kadang harus fleksible, meski tetap ada prinsip dan pemikiran yang kita pegang. Peta tetaplah harus ada, meski tidak dengan akurasi tinggi. Namun, ketika dalam perjalanan kita menemui situasi yang tidak sama, kita terlanjur memilih jalur yang salah, kita harus segera mencari jalan keluar. Kita mungkin harus putar balik untuk sampai di rute yang benar atau malah menempuh rute baru yang tetap mengantarkan pada tujuan. Ada kalanya kita harus berani bertanya kepada orang lain, tetapi tidak begitu saja langsung mengiyakan. Kita perlu pastikan dan bandingkan.
Yap, itu sekelumit hikmah dari perjalanan saya di malam itu. Suasana malam yang dingin di jalan yang sepi, membuat kita bisa merenungi banyak hal. Sepanjang apapun jalan, sesulit apapun, sesalah apapun jalan yang sedang kita tempuh, jangan pernah menyerah. Kita tidak akan pernah sampai jika berhenti. Seandainya jalan menjadi panjangpun tak masalah asal kita sampai, bahkan jika kita tidak bisa sampai juga ke tujuan..paling tidak kita sudah berjuang dengan segenap daya. Karena di manapun, dunia ini hanya tempat singgah sementara, ke kampung akheratlah tujuan akhir kita.
“Bukankah Kami telah melapangkan untukmu dadamu? Dan kami telah menghilangkan dari padamu bebanmu, yang memberatkan punggungmu. Dan Kami tinggikan bagimu sebutan (nama)mu. Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain), dan hanya kepada TuhanMulah hendaknya kamu berharap.” (Qs Al Insyirah)

2 comments:

  1. berarti dalam hidup pun ada fase mencoba untuk mengetahui jalan itu salah dan jalan ini benar. Menghargai proses ya.
    Thanks for this thought!

    ReplyDelete
    Replies
    1. yup, sometimes mencoba rute baru itu perlu. thank you berkunjung di mari

      Delete

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates