Social Icons

Pages

Wednesday, May 4, 2016

Menjadi Duta Islam di Setiap Peran

Di dunia ini setiap orang memiliki perannya masing-masing. Peran tersebut bisa dengan menjadi bagian dari pembangunan di sektor/bidang tertentu seperti pendidikan, ekonomi, budaya,sosial atau politik. Lebih spesifik lagi dijalankan dengan mengambil profesi tertentu seperti guru, manajer, penulis, konsultan, PNS, dsb. Selain dalam dunia profesional di bidang tertentu, ada pula yang mengambil peran dalam bidang agama. Bagaimanapun juga sektor agama adalah sektor yang sangat krusial di sistem masyarakat. Saat manusia sedemikian sibuk dengan urusan dunianya, disuguhi kenikmatan materi dan kesenangan duniawi, harus ada orang-orang yang  terus mengingatkan untuk mendekat pada Tuhan dan tetap berjalan pada koridorNya. 

Di era yang serba profesional saat ini, lembaga dakwah atau agamapun juga dikelola secara profesional dan terdapat sdm yang mengisi posisi-posisi tertentu secara profesional. Namun bukan berarti untuk dakwah dan mensyiarkan agama hanya berada di pundak para da’i atau agamawan. Kita yang tidak bekerja di lembaga dakwah atau agama juga tidak cukup hanya mengikuti pengajian dan berusaha menerapkan ajaran Islam secara individual, namun berusaha sebisa mungkin juga turut mendengungkan Islam yang rahmatan lil’alamiin.
  
Beberapa waktu belakangan ini saya sering mengikuti page atau IG muslim di luar negeri, terutama di Eropa dan Amerika. Mereka yang hidup di negara yang mayoritas penduduknya bukan muslim bahkan ada yang phobia islam terlihat begitu besar antusiasnya dalam mendakwahkan Islam. Mereka bukan da’i, bukan lulusan pesantren, bahkan rata-rata adalah muallaf. Mereka sering berbagi tentang apa yang mereka lakukan suatu hari, apa yang mereka temui, apa yang mereka maknai dari kehidupan mereka. Tapi tidak hanya mengambil hikmah biasa, mereka selalu menghubungkan dengan identitas mereka sebagai muslim yang menerapkan ajaran Islam. Tidak jarang mereka bisa membuat orang non muslim simpati dan akhirnya mau masuk Islam. Kisah-kisah seperti  itu biasa saya ikuti di Facebook Muslim of America. Saya juga pernah menemui video youtube tentang seorang remaja Amerika yang mengajak orang-orang yang ia temui di jalan untuk mendengarkan ayat Al Qur’an dan meminta tanggapan mereka. Dengan begitu banyak orang yang bisa tahu bagaimana merdunya bacaan ayat Al Qur’an.  Ada juga video tentang seorang rapper Amerika yang menyampaikan ajaran islam dengan cara nge-rap. Di dalamnya mengajak orang untuk memahami nilai-nilai Islam secara ilmiah, logis namun tetap bersumber dari Al Qur’an. Timbul haru dan ketakjuban saya atas apa yang mereka lakukan.

Saya dulu pernah ikut komunitas yang memang berisi orang-orang yang fokus dalam bidang dakwah. Dari situ kemudian sayapun aktif dan menjadi bagian dari kegiatan dakwah. Tetapi apa yang saya lakukan lebih karena pengondisian dan tuntutan kegiatan. Karena berada di sebuah organisasi agama, maka tentu saya punya tanggungjawab dakwah. Namun, ketika saya harus mulai sibuk bekerja dan hidup di lingkungan orang-orang profesional di luar lingkungan dakwah, seakan semua energi hanya untuk bekerja secara profesional di bidang yang saya tekuni. Kontribusi yang bisa saya lakukan hanya infaq/zakat, mengikuti pengajian atau melakukan kegiatan sosial. Kadang buat saya sendiri timbul rasa bersalah, saya seakan tidak punya kontribusi besar untuk agama saya. Padahal di saat-saat sulit hanya Allah penolong saya, saya bisa bangkit dan hidup secara benar adalah karena nilai-nilai dalam Islam yang menuntun saya. Namun, tidak banyak yang bisa saya lakukan, tidak banyak yang bisa saya bagi agar orang lain juga bisa mengetahui betapa indahnya ajaran Islam.
  
Ada orang di mana ia membawa identitasnya di manapun. Seperti seseorang yang diangkat menjadi duta tertentu, tentu dia harus berhati-hati dalam berperilaku karena membawa nama baik sebuah organisasi atau lembaga. Misalkan seseorang yang dinobatkan sebagai duta lingkungan, tentu jangan sampai ia membuang sampah sembarangan atau terlihat menggunakan bahan-bahan yang tidak ramah lingkungan. Apa yang dilakukannya selalu dikaitkan atau dilihat sebagai upaya kampanye. Ia terikat pada tanggungjawab dan sebagai simbol dari nilai-nilai menjaga lingkungan yang baik. Saya jadi sering berdialektika tentang bagaimana peran saya seharusnya untuk turut serta mendakwahkan nilai-nilai Islam meskipun saya bukan seorang da’i.

Bagi saya, dakwah itu tidak melulu menyampaikan nasehat atau ayat-ayat Allah secara verbal. Dakwah itu bisa dengan apapaun, kita berbuat baikpun adalah dakwah. Bagaimana perbuatan baik itu bisa menjadi sebuah dakwah? Pertama, tentu harus diawali dengan niat. Niat adalah awal dan akar dari nilai sebuah perbuatan. Niatkan untuk ibadah dan dakwah, maka kita akan lurus pada tujuan mengabdi pada Allah dan mengamaliahkan ajaran Islam. Seperti petikan sebuah ayat “Inna Sholati wanusuki wamah yahya wamamati lillahirobbil’alamiin (Sesungguhnya sholatku, ibadahku dan matiku hanya untuk Allah Tuhan semesta alam).” Jadi tidak ada segala perbuatan yang tidak karena ibadah. Jangan sampai melenceng niatnya untuk pencitraan atau mencari keuntungan pribadi. Insya Allah, kita bisa terhindar dari kesia-siaan.
  
Kedua, berbuat baik dulu baru menyampaikan hikmah atau sumber inspirasi kita. Kata-kata yang baik tidaklah cukup tanpa contoh perbuatan baik yang nyata. Kalau untuk menyampaikan ayat Al Qur’an, Hadits, tafsir, Fiqh, dsb tentu para ulama atau agamawan yang paling ahli. Ada banyak buku, blog, buletin, ceramah agama yang membahas tentang itu, namun semua itu harus dilengkapi dengan contoh-contoh penerapan ajaran Islam oleh penganutnya. Siapa pemberi contoh itu? tentu saja setiap muslim. Oleh karena itu, setiap muslim adalah agen atau duta Islam. Setelah berbuat baik, bisa kita sisipkan hikmah di dalamnya bahwa apa yang kita lakukan itu sebenarnya merupakan nilai-nilai yang terkandung dalam Islam. Kita bisa menyebutkan sumber inspirasi dari apa yang pernah dilakukan oleh tokoh Islam, ayat Al Qur’an, hadits atau apapun yang berasal dari sumber islam.

Ada yang bilang kalau berbuat baik, tidak perlu simbol. Islam itu yang inti adalah ajarannya, bukan simbolnya. Saya pikir, simbol itu tetap sangat penting. Tinggal bagaimana cara kita mengkomunikasikan simbol tersebut. Jika sumber dari kebaikan itu tidak kita sampaikan, jika identitas muslim itu tidak kita sebutkan, bagaimana orang bisa mengerti darimana kita mendapatkan inspirasi kebaikan. Darimana kita bisa mengajak orang untuk belajar dan mendapatkan pelajaran dari ajaran yang baik. Dengan cara bil hikmah, tentu orang akan menghargai dan menaruh simpati.
  
Dari situ, saya lalu membayangkan apabila ada seorang ilmuwan muslim yang membuat berbagai temuan atau teknologi, ketika ia ditanya bagaimana ia bisa mendapat temuan yang luar biasa, lantas ia menjawab, “Karena Al Qur’an. Al Qur’an mengajarkan kita untuk menggali fenomena alam dan mencintai ilmu pengetahuan”. Jika ada seorang ekonom muslim yang menciptakan suatu teori atau pemecahan ekonomi yang luar biasa, lalu ketika ia ditanya bagaimana bisa menemukan hal tersebut, ia pun menjawab, “Karena di dalam Islam, mengajarkan untuk membuat sistem ekonomi yang seimbang, yang memperkecil kesenjangan antara orang kaya dan miskin.” Jika ada seorang pengusaha sukses ditanya bagaimana bisa sukses berbisnis lantas ia menjawab,”karena di Islam kita diajari untuk bertebaran di muka bumi mencari rejeki dan menjaga amanah dalam hal apapun, termasuk berbisnis.”

Ah, alangkah indahnya, Islam memiliki dutanya di berbagai bidang. Tanpa perlu dinobatkan sebagai duta muslim negara a,b,c tetapi kesadaran itu muncul dengan sendirinya. Kesuksesan yang diraih oleh setiap muslim pada bidangnya masing-masing adalah karena pembelajarannya dari Islam. Dengan itu pula ia berterima kasih dan mengajak banyak orang untuk mengetahui keindahkan Islam pula. Gema Islam rahmatan lil’alamiin akan lebih kencang berhembus di berbagai bidang kehidupan.

0 comments:

Post a Comment

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates