Keabadian adalah obsesi manusia sejak ribuan tahun yang lalu. Adanya Fir’aun yang
menyebut dirinya sebagai Tuhan adalah lantaran hasratnya untuk bisa hidup abadi,
yang terkuat dan terhebat di dunia. Ramuan dan teknik kesehatan agar manusia
bisa berumur panjang juga dikembangkan dari masa ke masa. Kita tentu pernah
dengar mitos tentang air atau ramuan yang bisa membuat orang hidup abadi. Bahkan
hari ini, meski sepertinya hanya khayalan, teknologi itu terus saja dikembangkan
dan masih menjadi obsesi banyak orang.
Saya pernah menonton sebuah film Trancendence yang
dibintangi oleh Johny Depp. Film tersebut bercerita tentang sebuah penemuan
yang mengkolaborasikan nano teknologi dan internet. Dari teknologi tersebut
dapat membuat segala hal bisa terbarui dan bahkan manusia hidup abadi serta mengontrol
segala sesuatu layaknya Tuhan. Bagi saya itu tidak hanya sebuah film fiktif,
tetapi gambaran keinginan manusia tentang kehidupan dan teknologi di masa depan.
Manusia secara sadar atau tidak sangat terobsesi untuk hidup
abadi, paling tidak dalam waktu yang lama. Keabadian yang diinginkan manusia
ada yang dalam bentuk keabadian fisik atau non fisik. Keabadian fisik biasanya berupa
panjangnya umur dan kekayaan. Upaya yang dilakukan biasanya dengan melakukan
perawatan tubuh mulai dari latihan fisik, vitamin, perawatan kecantikan,
operasi plastik, dsb. Bisa juga dengan mengejar kekayaan tiada batas agar dengan
kekayaannya bisa membeli segala macam kebahagiaan. Tetapi bahwa ternyata
kematian tak dapat dihindari, pada ahirnya harus diterima.
Sedangkan orang yang mengejar keabadian non fisik, biasanya
ingin agar namanya tertulis dalam sejarah dan dikenang sepanjang kehidupan
manusia. Ada orang-orang yang karena prestasinya, kebesaran pemikirannya, karya
agungnya di masyarakat lantas ia dikenang dalam sejarah peradaban manusia. Kisahnya
selalu dibacakan dari generasi ke generasi. Meski mereka sesungguhnya selama
hidup tidak pernah terpikir untuk diabadikan seperti itu. Namun, ada pula
manusia yang sejak awal ingin namanya abadi dan dikenang entah untuk sebuah
harga diri, nama baik keluarga, atau apapun. Tidak jarang kemudian dari mereka
yang lantas menuliskan sejarahnya sendiri agar ia bisa senantiasa dikenal
sebagai pahlawan dan orang besar di dunia. Mereka menggunakan seluruh sumber
dayanya untuk diakui dan mendapatkan tempat terhormat di dunia.
Saya memandang bahwa keinginan manusia untuk hidup abadi
adalah obsesi yang memang alamiah muncul. Namun, kadang kesalahan dalam
mengartikan apa yang bisa membuat orang abadi akan menyesatkannya. Bahwa yang
diinginkannya sebuah keabadian, malah yang didapatkan hanya hal-hal semu
belaka. Jika keabadian adalah yang dituju, maka ada alat dan jalan untuk
mencapainya. Kadang kita bisa terjebak memandang alat dan jalan itu sebagai keabadian
itu sendiri, hingga justru kemudian tidak bisa mencapai keabadian yang
sebenarnya.
Di Islam sendiri sebenarnya menyediakan tempat keabadian
bagi umatnya. Hanya saja sayang, kadang sebagian orang hanya mampu melihat
dalam jarak pendek. Kehidupan dunia menjadi tujuan, apa-apa yang diusahakannya
adalah mendapatkan kesuksesan dan kejayaan di dunia. Di situlah kemudian, ia
gantungkan seluruh harapannya, usahanya dan segenap energinya untuk mendapatkan
kenikmatan duniawi. Kekayaan, karir, popularitas, nama baik, kekasih adalah
kebahagiaan yang dikejar habis-habisan. Ketika tak mendapatkannya atau
kehilangannya, itu akan menjadi bencana besar dan penderitaan tak berujung.
Allah telah mengingatkan kita dalam firmanNya, “Ketahuilah, bahwa
sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah permainan dan suatu yang melalaikan,
perhiasan dan bermegah- megah antara kamu serta berbangga-banggaan tentang
banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para
petani; kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan
dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah
kesenangan yang menipu. (QS Al Hadid 20)”.
Bagi orang-orang yang mengejar keabadian yang sesungguhnya,
ia akan lebih bisa memandang apa yang ia miliki di dunia ini hanyalah alat yang
bisa datang dan pergi, yang dapat dipegang tapi ada kalanya harus dilepas. Orang
seperti ini akan lebih siap mendapati kenikmatan dunia ataupun kehilangannya. Saya
pernah merasa begitu khawatir saat hampir tidak memiliki apapun untuk dibanggakan
dalam hidup ini. Pernah beberapa waktu menangis dan dalam kesedihan yang
panjang saat kehilangan sesuatu yang dicintai. Saya pikir bahwa saya adalah
orang yang payah dan tidak berguna. Saya merasa menjadi sia-sia apa yang pernah
saya lakukan. Kebaikan yang pernah saya perbuat, kehadiran saya di tengah
orang-orang yang saya kasihi dan segala pengorbanan saya terasa nol. “Buat apa
jika pada akhirnya saya bukan siapa-siapa,” pikir saya.
Ternyata saya lupa, bahwa apa yang saya lakukan sebenarnya
bukan untuk mendapatkan balasan di dunia ini. saya lupa bahwa ada kehidupan
yang lebih panjang dari masa puluhan tahun di dunia. Saya lupa bahwa apa yang
ada di dunia ini hanya semu dan rapuh. Saya lupa bahwa Allah mencatat seluruh
amal dan akan memberikan balasan atas kebaikan yang bahkan sangat kecil. Harusnya
inilah keabadian yang harus saya pegang. Saya tidak tahu apakah ikhtiar saya
hari ini akan berbuah kemenangan besar, kejayaan besar atau hingga mati nanti
saya hanya menjadi manusia tanpa gelar dan tak pernah tertulis dalam sejarah. Proses
dan perjuangan kebaikan yang dilakukan lebih utama dari sekedar hasilnya di
dunia.
Saya menyadari bahwa perjalanan hidup manusia tidak sama.
Ada yang gemilang di usia muda. Ada yang merangkak perlahan, penuh luka dan
darah untuk mencapai puncak. Bahkan puncak kehidupan manusia pun juga berbeda.
Ada yang puncaknya adalah panggung gemerlap dan sorak sorai pendukung. Ada yang
puncaknya harta dan istana serba mewah. Namun ada yang puncaknya adalah berada dalam
ruang sunyi pengabdian, tinggal di pelosok daerah
di sebuah gubuk berbagi ilmu dan kebijaksanaan. Ia mungkin tidak berkesempatan
memiliki keluarga dan anak-cucu yang manis. Tetapi kehadirannya dapat
memberikan arti bagi masyarakat di sekelilingnya.
Saya yakin bahwa Allah telah
menciptakan sunnatullah yang detail. Setiap orang punya jalannya sendiri dan
puncak kemenangannya sendiri. Maka ukuran duniawi itu sungguh relatif, tak bisa
dengan hitungan matematis dan sekedar terlihat dari yang nampak. Akan ada
masanya, setiap orang memetik hasil yang sejati dari buah usahanya. Di sanalah
kehidupan abadi itu ada. Meski keabadian kita tidaklah sama dengan keabadian
Tuhan, tapi setidaknya kitapun tak tahu kapan batas keabadian yang diberikan
Tuhan kepada kita di akherat kelak.
Dan
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal-amal yang saleh, sesungguhnya
akan Kami tempatkan mereka pada tempat-tempat yang tinggi di dalam syurga, yang
mengalir sungai-sungai di bawahnya, mereka kekal di dalamnya. Itulah
sebaik-baik pembalasan bagi orang-orang yang beramal. (QS. Al Ankabut 29)
0 comments:
Post a Comment