Oleh-oleh dari Kelas Akber Bekasi, Minggu 23 Mei 2016
(foto diambil dari instagram akberbekasi)
Hari minggu kemarin, pengalaman pertama saya mengikuti kelas
di Akademi Berbagi. Ternyata sangat asyik, karena mentornya adalah orang yang
ahli di bidangnya, jadi sangat menguasai apa yang disampaikan. Belajar langsung
dari praktisi itu memang sangat mengena. Apalagi kalau belajarnya di tempat
yang nyaman dan santai. Dengan konsep semua adalah guru dan semua adalah murid,
kita bisa belajar tanpa batasan latar belakang dan hal-hal tertentu saja. Kalau
Hadist Nabi mengatakan, “Tuntutlah ilmu hingga ke negeri cina”, saya sepertinya
belajar di akademi berbagi saja karena ilmunya juga mencakup banyak hal.
Sebenarnya karena kalau ke Cina butuh biaya yang mahal sih, hehe.
Topik yang kemarin diulas di Akber Bekasi adalah tentang
Community Management 101. Pembicaranya adalah Mbak Ainun Chomsun, founder
Akademi Berbagi. Mbak kece satu ini sudah malang melintang di dunia komunitas
dan profesional di bidang manajemen komunitas. Jadi, benar-benar belajar dari
ahlinya.
Saya kasih review sedikit tentang apa yang saya dapat dalam
kelas tersebut. Salah satunya adalah bahwa memanajemen komunitas itu hakekatnya
adalah mengurusi manusia. Jadi kita harus bisa memperlakukan manusia selayaknya
manusia atau memanusiakan manusia. Mau nggak mau, kita harus benar-benar
memahami seperti apa karakteristik dan kebutuhan manusia itu. Meski kita juga
manusia, tapi kadang masih nggak empati lho sama manusia. Manusia itu memang
makhluk yang unik bin misterius. Manusia itu, tiap kepala isinya bisa beda,
kebiasaan dan kesenangan mereka bisa beda. Tiap manusia bisa mengambil
keputusan-keputusan yang tidak terduga. Benar atau benar?
Kita yang bekerja mempromosikan brand menggunakan strategi
komunitas atau menyebarkan pemikiran melalui pembentukan komunitas, harus
memahami tentang komunitas. Komunitas adalah manusia-manusia yang memiliki
kesamaan, entah visi, hobi, profesi yang itu membuat nyaman. Sehingga mereka
mau untuk membentuk suatu ikatan. Jadi, kalau ingin masuk dalam komunitas atau
ingin membentuk suatu komunitas, menemukan kesamaan adalah hal yang paling
penting.
Cara paling penting dalam mengelola komunitas adalah mendengar
dan terlibat. Ini adalah hal dasar tetapi justru seringkali dilupakan. Sering
juga diremehkan padahal sulit lho melakukannya. Kita diberi telingan sampai dua
itu kan menandakan bahwa nggak cukup satu telinga untuk bisa mendengar. Hal ini
berbeda dengan berbicara. Bicara lebih gampang, makanya kita diberi mulut satu.
Kenyataannya memang tidak banyak orang yang bisa mendengar dengan baik. Kita
cenderung melihat sesuatu berdasarkan persepsi, pengalaman atau pengetahuan
kita sendiri. Bahkan kadang kita memaksakan agar orang harus menuruti kemauan
kita. Padahal orang lain juga punya pendapat, pemikiran, keinginan, dsb.
Bagaimana mereka mau mengikuti kita, kalau mereka tidak didengar dan tidak
dihargai?
Hasil dari apa yang kita dengar ini bukan tidak punya peranan.
Jika kita bisa mendengar dengan baik, kita bisa mendapatkan suatu pemahaman
tentang bagaimana persepsi, pemikiran, kebutuhan, kebiasaan orang-orang yang
jadi sasaran kita. alhasil, kita bisa merumuskan strategi. Menurut saya, nggak
usah bicara tentang pemasaran atau strategi manajemen yang ‘muluk-muluk’ kalau
kita belum bisa mendengar dengan baik.
Hal penting lainnya adalah terlibat. Kalau ingin mendaptkan
feed back yang baik, ya harus berbaur. Jangan cuma merintah saja, tapi bisa
menyentuh kebutuhan dan terlibat dalam kegiatan mereka. Kalau kita sebagai
community manager sebuah brand yang masuk ke komunitas, maka jangan cuma minta
kepentingan kita dilayani oleh mereka. Kita harus punya posisi setara, take and
give juga jangan dilewatkan. Jangan hanya menggunakan bahasa uang. Uang itu
hanya mengikat kepentingan semata, tetapi komunikasi dan perlakuan yang baik
dapat membangun loyalitas.
Jika kita sebagai leader dalam suatu komunitas, juga jangan
cuma memerintah anggota saja. Hanya karena kita yang mimpin, kita jadi egois
untuk membuat semua harus tunduk pada keinginan kita. Ingat bahwa komunitas itu
dibangun bukan dari satu orang saja. Meskipun ada orang-orang tertentu yang
paling berjasa, tetapi komunitas dibangun oleh banyak orang. Nafas organisasi
dipompa oleh banyak orang yang terlibat di dalamnya. Kalau kata Mbak Ainun, di
dalam komunitas ada leader, manajer, teknisi dan tim hore. Meskipun cuma ada
yang jadi supporter atau bagian rame-rame saja, itu tetap dibutuhkan
keberadaannya. Orang-orang seperti itu yang justru melakukan publikasi dan
meramaikan komunitas.
Untuk itu dalam sebuah komunitas harus ada 3R, Reward Ritual
Role. Reward itu nggak melulu soal materi. Menghargai orang lain itu nggak
mesti harus dengan uang tetapi dengan apresiasi atas usahanya. Misalnya saja
menjadikannya sebagai relawan teladan, memberikan kepercayaan atas
tanggungjawab tertentu, membantu akses untuk jaringan, memberikan ilmu secara
gratis, dsb. Itu adalah reward yang justru memanusiakan ketimbang hanya sekedar
uang. Ritual berarti harus ada sesuatu yang diulang-ulang, menjadi simbol dan
dilakukan secara bersama-sama oleh anggota komunitas. Dengan adanya ritual,
anggota komunitas memiliki kesamaan, identitas dan kesatuan.
Sedangkan role adalah kejelasan peran. Seringkali anggota
komunitas merasa kebingungan sebenarnya peran mereka di komunitas itu apa dan
ke depan akan seperti apa. Jika mereka tidak memahami perannya atau merasa
tidak punya peran di komunitas tersebut, jangan kecewa kalau pada akhirnya
mereka mundur bertahap dari komunitas. Ketidak jelasan peran juga akan membuat
anggota komunitas melakukan sesuatu yang kontraproduktif bagi komunitas.
Seringkali leader komunitas marah karena melihat adanya anggota komunitas yang
bergerak di luar wewenangnya. Orang-orang seperti ini dianggap bersalah dan
bergerak di luar aturan. Bisa jadi memang benar, tetapi leader juga perlu
evaluasi ke dalam. Apakah transfer pemahaman akan peranan setiap elemen sudah
benar-benar dilakukan ataukah belum. Perlu ada evaluasi, apakah leader sudah
mengarahkan anggota komunitasnya memahami rolenya masing-masing atau belum.
0 comments:
Post a Comment