Pembahasan soal mantan selalu menarik. Kata Kang Emil kalau
beliau bikin status soal mantan, yang comment sampai lima ribu. Buat saya
sendiri, membahas tentang mantan itu pedas-pedas manis. Kadang jadi bikin
ketagihan. Malah ada orang yang nggak pernah bisa move on dan terus menerus
berusaha untuk kembali ke mantan. Karena mantan tak pernah bisa terganti. Padahal
satu hal yang saya yakini tentang mantan adalah mantan ada untuk menyadarkan
kita bahwa tidak ada sesuatu yang bisa kita miliki selamanya, sebesar apapun
cinta itu. Hal itu mengajarkan pada kita untuk mencintai secara wajar dan
membenci secara wajar.
Persoalan mantan itu tidak melulu soal mantan kekasih lho.
Ada banyak yang bisa kita masukkan dalam deret mantan yang kalau diingat dan
dibahas masih sering bikin perasaan campur aduk. Kita bisa memasukkan bos,
teman, sahabat, perusahaan, komunitas bahkan jabatan dalam daftar mantan. Sering
kan dalam riwayat biografi seseorang tertulis mantan dirut perusahaan X tahun
sekian. Siapa kira punya mantan-mantan itu tidak kalah campur aduk dengan
mantan kekasih.
Punya sahabat bertahun-tahun, mulai dari sekolah, kuliah,
kerja selalu bareng lalu tiba-tiba karena suatu kejadian terputus tali persahabatan.
Bukan lagi sahabat tetapi seperti jadi berantem macam para superhero di Captain
America. Punya mantan bos juga nggak kalah menyentuh lagi kisahnya. Pasti
teringat saat-saat mengerjakan proyek bersama dan bisa melewati situasi krisis
dengan kerjasama tim. Kadang bos dan anak buah itu seperti anak dan orang tua.
Lalu karena suatu kejadian, berhentilah kerjasama itu. Tidak lagi saling
mendengar bahkan menyalahkan. Entah siapa yang mengawali, akhirnya hengkanglah
si anak buah. Seorang bos yang punya mantan karyawan juga tidak kalah kalut
juga. Sudah bertahun-tahun percaya sama anak buahnya, pada akhirnya harus
terluka.
Mantan ada karena perpisahan terjadi. Perpisahan terjadi
karena letupan sebuah peristiwa, bisa perselisihan, kesepakatan yang telah berakhir
atau perbedaan pendapat. Ada perpisahan yang terjadi secara baik-baik, namun
ada pula yang dihiasi dengan bersitegang dan berseteru. Secara santun atau
tidak, perpisahan akan menyakitkan.
Jika hubungan yang terjalin sudah sangat emosional, kadang
hati tak akan sampai untuk melepas. Kita masih ingin memiliki dan bersama,
namun yang tinggal hanyalah kesedihan belaka. Komunikasi sudah tidak lagi
berjalan, jarak persepsi sudah sedemikian besar, tidak ada lagi yang bisa
dikompromikan. Lalu untuk apa masih bertahan? Seseorang terkadang masih sangat
takut melepas karena merasa hidupnya akan hancur ketika ikatan terlepas. Ada
juga yang masih menyimpan harapan akan adanya perubahan suatu ketika.
Jika ada yang mengalami situasi seperti itu, saya tidak akan
menyarankan untuk lebih memilih melepas atau mempertahankan. Kedua alternatif
itu bebas dipilih dan memiliki konsekwensinya masing-masing. Siapa yang bisa
mengukur dan memutuskan adalah yang menjalankannya sendiri. Tidak ada yang
salah dengan ingin bertahan atau melepaskan. Apapun yang akan dipilih, baiknya
disadari dan siap dengan segala konsekwensi. Jangan sudah memilih lalu galau,
nanti mengganti pilihan dan galau lagi, begitu seterusnya. Mental keberanian
dan komitmen akan sebuah pilihan kadang lebih penting daripada pilihan itu
sendiri.
Selain itu yang harus diingat, apapun pilihan kita jangan
sampai menganggap apa yang kita pertahankan adalah segala-galanya. Apalagi menganggap
kita memilih jalan yang paling baik dibandingkan orang lain. Saya percaya tiap
orang memiliki alasan yang kita tidak bisa menduga-duganya. Lebih baik kita berusaha
selalu ingat bahwa apa yang kita miliki di dunia ini tidaklah abadi. Cinta kita
kepada Allah haruslah lebih besar dari cinta pada selainnya bahkan pada diri
kita sendiri. Kita hanya patut takut kehilangan iman dan pertolongan Allah.
Kita mengakui Allah Maha Penolong tapi jika kita terlalu takut saat terjatuh
tidak akan tertolong, tentu kita perlu evaluasi. Apakah benar kita menjadikan
Allah sebagai satu-satunya penolong atau tidak?
Oleh karena itu, kita harus mencintai dan membenci sesuatu
secara wajar. Manusia bisa berubah dan mati, pemikiran bisa berubah dan salah,
jabatan bisa hilang dan berganti, persahabatan bisa lemah dan putus, musuh bisa
berbalik menjadi sahabat. Namun, yang putus bukan berarti tak bisa tersambung
lagi, yang salah bukan berarti tak bisa berbenah, yang hilang bukan berarti tak
bisa kembali. Menjadi manusia yang tidak berlebihan memandang sesuatu akan
lebih terbuka dan fleksibel menghadapi segala dinamika. Ia percaya bahwa dunia
ini kadang hanya senda gurau belaka dan hanya Allah lah tempat ia bergantung.
0 comments:
Post a Comment