Social Icons

Pages

Thursday, May 12, 2016

Ketika (mungkin) kebaikan bertarung dengan (mungkin) kebaikan



Judul ini mungkin terdengar aneh. Tulisan ini muncul begitu saja ketika saya mendapati fenomena yang buat saya juga tak seharusnya. Pernah terbesit tanya, bagaimana mungkin kebaikan bertarung dengan kebaikan yang kemudian satu ingin menghancurkan yang lain. Saya kemudian berpikir, apakah itu memang keduanya adalah kebaikan? Bagaimana mungkin kebaikan saling membunuh, saling mencaci dan meniadakan. Tetapi kenyataannya satu sama lain saling mengklaim dirinya yang punya niat baik, memperjuangkan kebaikan dan untuk tujuan kebaikan. Sehingga saya lantas terpikir bahwa bisa jadi itu masih hanya ‘mungkin’ kebaikan. 

Saya belum melihat full film Batman vs Superman. Tetapi dari resensi dan trailer film tersebut menggambarkan dua sosok superhero yang awalnya merupakan sosok pahlawan pejuang kebaikan untuk masyarakat kemudian saling berseteru. Lalu ada lagi film Captain America: Civil War. Dalam resensi di Kompas, Minggu 8 Mei 2016 tertulis dengan judul Wajah Kelabu Pahlawan Super. Di situ diceritakan adanya perpecahan di antara para superhero dan kemudian para pahlawan terbagi menjadi dua kubu yang justru saling bertarung.
Dua film tersebut menunjukkan gambaran para pahlawan yang tidak hanya berisi tentang perjuangan membela orang-orang tak berdaya, melawan penjahat dan membangun masyarakat yang baik. Tetapi juga bagaimana superhero juga memiliki ego memandang apa yang menurut mereka baik, saling berkompetisi untuk menjadi yang terbaik, ada kalanya juga mudah tersulut dan terprovokasi. Akibatnya, terjebak dalam ego dan sebuah misi yang menurutnya untuk kebaikan masyarakat yang diperjuangkannya tetapi justru menciptakan sebuah bencana. 

“Mengapa heroisme dalam menghalau bencana justru menciptakan bencana baru?”, begitulah petikan resensi di Koran kompas edisi tersebut. Pernah ada yang mengatakan bahwa ada harga yang harus dibayar untuk bisa menyelamatkan kehidupan dari bencana yang lebih besar. Pengorbanan itu haruslah ditempuh dengan mengorbankan sebagian orang, tenaga, waktu, biaya bahkan mungkin etika. Dengan begitu, dunia yang lebih baik, keselamatan dan kebaikan jangka panjang bisa terwujud. Saya sepakat bahwa perjuangan kebaikan jangka panjang kadang harus mengorbankan beberapa hal. Tetapi untuk menghitung apa yang layak dan tidak untuk dikorbankan, tentu harus berhati-hati. Jika tidak, maka bukan kebaikan yang tercipta tetapi justru bencana.

Terlebih jika kemudian pengorbanan yang dilakukan itu haruslah melanggar etika atau nilai moral. Saat pengorbanan itu harus dengan melanggar hak manusia lain entah kecil atau besar, melanggar obyektifitas, menumbuhkan kebencian dan justru memicu perseteruan yang lebih luas dan panjang, tentunya haruslah ada evaluasi. Kita harus mulai bertanya, “Apakah pengorbanan itu memang untuk kebaikan atau hanya sekedar mempertahankan ego, entah untuk pengakuan, harga diri, kekuasaan atau kepemilikan tertentu.”
Bagi manusia yang beragama, terlebih sebagai umat muslim ada prinsip moral dan bahkan perilaku yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Kebijaksanaan beliau tidak hanya terlihat dalam menghadapi perbedaan pendapat di antara sahabat dan umatnya. Dalam menghadapi musuh-musuh Islam, meskipun Nabi juga menggunakan taktik tetapi taktik di sini bukan menggunakan cara-cara yang tidak beretika. Meskipun yang dihadapi Nabi adalah orang-orang yang licik dan kejam, tetapi Nabi tidak menggunakan cara yang sama untuk melawannya. Nabi senantiasa menggunakan prinsip keadilan bahkan keadilan itu tidak selalu membalas dengan sama persis. Ada proses dialog, negosiasi dan memaafkan di dalamnya. Di situlah Nabi menunjukkan kebesaran pemikiran, kepribadian dan tentu saja ajaran Islam itu sendiri. 

Sayangnya, kadang sebagian orang yang cenderung emosional mengambil bagian pembalasannya saja. Mereka yang merasa di jalan yang benar bahkan kadang bisa beperilaku sangat buruk pada orang-orang yang mereka anggap berseberangan. Hingga kemudian menjadi mudah menyalahkan. Kebaikan yang dilakukan orang lain dipandang sebagai pencitraan, apalagi jika melakukan kesalahan segera dicap pendosa besar. Atas dasar itu kemudian penghakiman dilakukan yang segera mengundang hujatan dan caci maki publik. 

Terlebih di jaman seperti sekarang ini dimana arus informasi begitu cepat. Apa yang masih dugaan segera saja dipublish, apa yang masih prasangka segera jadi kesimpulan, data yang masih sepihak dicap valid. Lalu berita buruk tersebar di mana-mana, apa yang masih opini segera menjadi kebenaran. Sayangnya, publik sedemikian mudah untuk digiring ke arus opini dan kemudian memaki apa yang mereka tidak tahu, menghujat seseorang yang tidak pernah mereka kenal. Mereka begitu mudah diyakinkan karena tidak memiliki tahu data riil, tidak punya independensi dan ketatnya metode analisa.

Jika dalam perjuangan mencapai kebaikan mengorbankan nilai-nilai kebaikan itu sendiri, maka tentu perlu bertanya ulang apakah benar-benar sedang memperjuangkan kebaikan atau hanya rasionalisasi saja. Itu yang saya katakan ‘mungkin’ kebaikan, tetapi belum tentu kebaikan sesungguhnya. Kita bisa saja membenarkan apa yang sedang kita lakukan adalah baik dan meyakinkan banyak orang tentang kebaikan itu. Tetapi kita tentu tidak bisa membohongi hati nurani dan Allah Maha tau apa yang ada di dalam hati setiap manusia. Pada saatnya semua tentu akan dimintai pertanggungjawaban. 

Yah, jika pada akhirnya orang yang (mungkin) baik dan orang yang (mungkin) baik saling bertarung, kemudian saling keras pada kubu masing-masing dan terjadilah perseteruan yang panjang, ada kalanya memang waktu yang akan menjawab. Jika tidak di dunia, ya di akherat kelak. Meskipun sangat pahit melihat kenyataan orang-orang baik saling berlaga bukan untuk melawan kejahatan yang sesungguhnya. Saya jadi teringat ayat di bawah ini meskipun mungkin ada perbedaan konteks tetapi masih menunjukkan bagaimana seharusnya sesuatu yang telah menyatu tidaklah baik bila bercerai berai kembali.
“Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu (QS An Nahl 92)”

Bagaimana dengan Anda sendiri, di manakah Anda ketika para superhero berseteru? Apakah Anda berada di salah satu kubu sehingga ikut dalam perseteruan, sekedar menjadi supporter yang bersorak dan tepuk tangan, atau tidak ambil peduli? Setiap pilihan akan punya konsekwensi dan pertanggungjawaban, selamat mengambil sikap.

0 comments:

Post a Comment

 

Sample text

Sample Text

Sample Text

 
Blogger Templates