Judul ini mungkin terdengar aneh. Tulisan ini muncul begitu saja ketika
saya mendapati fenomena yang buat saya juga tak seharusnya. Pernah terbesit tanya, bagaimana
mungkin kebaikan bertarung dengan kebaikan yang kemudian satu ingin menghancurkan
yang lain. Saya kemudian berpikir, apakah itu memang keduanya adalah kebaikan?
Bagaimana mungkin kebaikan saling membunuh, saling mencaci dan meniadakan.
Tetapi kenyataannya satu sama lain saling mengklaim dirinya yang punya niat
baik, memperjuangkan kebaikan dan untuk tujuan kebaikan. Sehingga saya lantas
terpikir bahwa bisa jadi itu masih hanya ‘mungkin’ kebaikan.
Saya belum melihat full film Batman vs Superman. Tetapi dari resensi
dan trailer film tersebut menggambarkan dua sosok superhero yang awalnya
merupakan sosok pahlawan pejuang kebaikan untuk masyarakat kemudian saling
berseteru. Lalu ada lagi film Captain America: Civil War. Dalam resensi di
Kompas, Minggu 8 Mei 2016 tertulis dengan judul Wajah Kelabu Pahlawan Super. Di
situ diceritakan adanya perpecahan di antara para superhero dan kemudian para
pahlawan terbagi menjadi dua kubu yang justru saling bertarung.
Dua film tersebut menunjukkan gambaran para pahlawan yang
tidak hanya berisi tentang perjuangan membela orang-orang tak berdaya, melawan
penjahat dan membangun masyarakat yang baik. Tetapi juga bagaimana superhero
juga memiliki ego memandang apa yang menurut mereka baik, saling berkompetisi
untuk menjadi yang terbaik, ada kalanya juga mudah tersulut dan terprovokasi.
Akibatnya, terjebak dalam ego dan sebuah misi yang menurutnya untuk kebaikan
masyarakat yang diperjuangkannya tetapi justru menciptakan sebuah bencana.
“Mengapa heroisme dalam menghalau bencana justru menciptakan
bencana baru?”, begitulah petikan resensi di Koran kompas edisi tersebut. Pernah
ada yang mengatakan bahwa ada harga yang harus dibayar untuk bisa menyelamatkan
kehidupan dari bencana yang lebih besar. Pengorbanan itu haruslah ditempuh
dengan mengorbankan sebagian orang, tenaga, waktu, biaya bahkan mungkin etika.
Dengan begitu, dunia yang lebih baik, keselamatan dan kebaikan jangka panjang
bisa terwujud. Saya sepakat bahwa perjuangan kebaikan jangka panjang kadang
harus mengorbankan beberapa hal. Tetapi untuk menghitung apa yang layak dan
tidak untuk dikorbankan, tentu harus berhati-hati. Jika tidak, maka bukan
kebaikan yang tercipta tetapi justru bencana.
Terlebih jika kemudian pengorbanan yang dilakukan itu
haruslah melanggar etika atau nilai moral. Saat pengorbanan itu harus dengan
melanggar hak manusia lain entah kecil atau besar, melanggar obyektifitas, menumbuhkan
kebencian dan justru memicu perseteruan yang lebih luas dan panjang, tentunya
haruslah ada evaluasi. Kita harus mulai bertanya, “Apakah pengorbanan itu
memang untuk kebaikan atau hanya sekedar mempertahankan ego, entah untuk
pengakuan, harga diri, kekuasaan atau kepemilikan tertentu.”
Bagi manusia yang beragama, terlebih sebagai umat muslim ada
prinsip moral dan bahkan perilaku yang dicontohkan oleh Nabi Muhammad. Kebijaksanaan
beliau tidak hanya terlihat dalam menghadapi perbedaan pendapat di antara
sahabat dan umatnya. Dalam menghadapi musuh-musuh Islam, meskipun Nabi juga
menggunakan taktik tetapi taktik di sini bukan menggunakan cara-cara yang tidak
beretika. Meskipun yang dihadapi Nabi adalah orang-orang yang licik dan kejam,
tetapi Nabi tidak menggunakan cara yang sama untuk melawannya. Nabi senantiasa
menggunakan prinsip keadilan bahkan keadilan itu tidak selalu membalas dengan
sama persis. Ada proses dialog, negosiasi dan memaafkan di dalamnya. Di situlah
Nabi menunjukkan kebesaran pemikiran, kepribadian dan tentu saja ajaran Islam
itu sendiri.
Sayangnya, kadang sebagian orang yang cenderung emosional
mengambil bagian pembalasannya saja. Mereka yang merasa di jalan yang benar bahkan
kadang bisa beperilaku sangat buruk pada orang-orang yang mereka anggap
berseberangan. Hingga kemudian menjadi mudah menyalahkan. Kebaikan yang
dilakukan orang lain dipandang sebagai pencitraan, apalagi jika melakukan
kesalahan segera dicap pendosa besar. Atas dasar itu kemudian penghakiman
dilakukan yang segera mengundang hujatan dan caci maki publik.
Terlebih di jaman seperti sekarang ini dimana arus informasi
begitu cepat. Apa yang masih dugaan segera saja dipublish, apa yang masih
prasangka segera jadi kesimpulan, data yang masih sepihak dicap valid. Lalu berita
buruk tersebar di mana-mana, apa yang masih opini segera menjadi kebenaran. Sayangnya,
publik sedemikian mudah untuk digiring ke arus opini dan kemudian memaki apa
yang mereka tidak tahu, menghujat seseorang yang tidak pernah mereka kenal. Mereka
begitu mudah diyakinkan karena tidak memiliki tahu data riil, tidak punya
independensi dan ketatnya metode analisa.
Jika dalam perjuangan mencapai kebaikan mengorbankan
nilai-nilai kebaikan itu sendiri, maka tentu perlu bertanya ulang apakah benar-benar
sedang memperjuangkan kebaikan atau hanya rasionalisasi saja. Itu yang saya
katakan ‘mungkin’ kebaikan, tetapi belum tentu kebaikan sesungguhnya. Kita bisa
saja membenarkan apa yang sedang kita lakukan adalah baik dan meyakinkan banyak
orang tentang kebaikan itu. Tetapi kita tentu tidak bisa membohongi hati nurani
dan Allah Maha tau apa yang ada di dalam hati setiap manusia. Pada saatnya semua
tentu akan dimintai pertanggungjawaban.
Yah, jika pada akhirnya orang yang (mungkin) baik dan orang
yang (mungkin) baik saling bertarung, kemudian saling keras pada kubu
masing-masing dan terjadilah perseteruan yang panjang, ada kalanya memang waktu
yang akan menjawab. Jika tidak di dunia, ya di akherat kelak. Meskipun sangat
pahit melihat kenyataan orang-orang baik saling berlaga bukan untuk melawan
kejahatan yang sesungguhnya. Saya jadi teringat ayat di bawah ini meskipun mungkin
ada perbedaan konteks tetapi masih menunjukkan bagaimana seharusnya sesuatu
yang telah menyatu tidaklah baik bila bercerai berai kembali.
“Dan
janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah
dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian)
mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih
banyak jumlahnya dari golongan yang lain. Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu
dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa
yang dahulu kamu perselisihkan itu (QS An Nahl 92)”
Bagaimana dengan Anda sendiri, di manakah Anda ketika para
superhero berseteru? Apakah Anda berada di salah satu kubu sehingga ikut dalam
perseteruan, sekedar menjadi supporter yang bersorak dan tepuk tangan, atau
tidak ambil peduli? Setiap pilihan akan punya konsekwensi dan
pertanggungjawaban, selamat mengambil sikap.
0 comments:
Post a Comment