Musibah atau
kesulitan dalam hidup adalah sebuah keniscayaan. Sehebat apapun manusia,
setinggi apapun ia berada, akan ada masa di mana ia terjun bebas dan menemui
titik balik. Itu adalah paket ujian yang sudah tersaji dalam kehidupan ini.
Ujian
diberikan kepada manusia bukan tanpa maksud dan tujuan. Seperti ujian sekolah,
baik sekedar ulangan harian, ulangan tengah semester, ujian kelulusan atau
apapun itu namanya, setiap ujian diberikan untuk menguji suatu kualitas. Jika
ujian sekolah punya standar nilai untuk menentukan apakah seorang siswa sukses
atau tidak menempuh suatu ujian dengan angka, lantas bagaimana dengan standar
untuk ujian kehidupan? Bagaimana manusia dapat mengukur apakah ia berhasil atau
tidak melewati suatu ujian.
“Dan sungguh akan Kami berikan
cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa
dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.
(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka mengucapkan: sesungguhnya
kami milik Allah dan kepadaNyalah kami kembali. Mereka itulah yang mendapat
keberkatan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah
orang-orang yang mendapat petunjuk.” Al Baqarah 155-157
Dari ayat
tersebut disampaikan perintah untuk memberikan berita gembira kepada orang yang
sabar. Dalam ayat sebelumnya disampaikan bahwa bagaiman Allah menguji manusia.
Namun kemudian Allah memberikan kabar gembira pada orang-orang yang bersabar.
Apa kriteria orang yang bersabar itu? yaitu orang yang apabila ditimpa musibah mengucapkan
bahwa apa yang ia miliki adalah milik Allah dan akan kembali kepadaNya. Tentu
saja ini bukan hanya sekedar ucapan, namun juga merupakan hal yang diyakini dan
dihayati maknanya. Dalam pernyataan ini mengisyaratkan suatu bentuk tawakkal
yang dalam. Bahwa manusia berserah kepada Allah. Di ayat terakhir, Allah
menegaskan bahwa orang-orang seperti itulah yang mendapat keberkatan, rahmat dan
petunjuk. Tentu saja orang-orang seperti ini merupakan orang-orang yang
berhasil melewati cobaan-cobaan yang diberikan oleh Allah.
Dari sini
dapat dianalisa bahwa orang-orang yang sukses dalam melewati ujian adalah
mereka yang sabar, tawakal dan tidak putus asa dengan nikmat Allah. Jika kita
baca ayat-ayat Al Qur’an, terdapat banyak sekali perintah untuk bersabar.
Sebagaimana ayat di bawah ini:
Jadikan Sholat dan Sabar sebagai penolongmu. dan
sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang
khusyu’ yaitu orang-orang yang meyakini,
bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali kepada-Nya
(Al Baqarah 45-46)
Sabar saat
menjalani ujian yang diberikan oleh Allah merupakan kriteria sukses dalam
menjalani ujian yang diberikan oleh Allah. Orang yang sabar mampu menerima
keadaan dengan ikhlas, tenang dan tidak putus asa. Oleh karena itu, Allah
menyebutkan bahwa sabar dapat dijadikan sebagai penolong, sebab dengan
kesabaran yang benar, orang akan mendapatkan kekuatan untuk bangkit, kejernihan
pikiran dan kemantaban hati.
Dalam surat Al
Baqarah ayat 46 dijelaskan bahwa orang yang dapat bersabar adalah orang yang
meyakini bahwa mereka akan menemui Tuhannya dan akan kembali padaNya. Dari sini
dapat dipahami bahwa indikator orang yang sabar adalah orang yang tawakkal.
Mereka meyakini bahwa mereka hanyalah makhluk yang kelak akan kembali pada
Allah. Jika dirinya saja akan kembali pada Allah, apalagi segala yang ada dalam
kehidupan ini, tentu juga demikian. Ini artinya bahwa manusia harus tahu dari
mana dirinya berasal dan akan menuju kemana.
Dari
serangkaian penjelasan di atas, secara sederhana sebenarnya manusia yang sukses
melewati ujian adalah ketika dalam ujian tersebut ia menjadi mengingat Allah,
berserah padaNya dan bersabar. Hati yang ikhlas dalam menerima ujian sebagai
bagian dari proses kehidupan, mengambil hikmah dan menjadi semakin tunduk sujud
pada Allah, maka mereka menjadi manusia yang berhasil dalam menghadapi ujian.
Orang-orang seperti inilah yang tidak akan menyerah dengan keadaan, tidak
terlalu lama berlarut-larut bersedih dan mengutuk keadaan. Tetapi mereka justru
bangkit, berevaluasi lalu mencari jalan keluar dengan usaha dan doa.
Namun kita
perlu waspada apabila ternyata dalam menghadapi ujian kita juga banyak
menghabiskan waktu untuk mengeluh, curhat sana sini dan justru semakin jauh
dari Allah. Apalagi jika kita mulai meragukan kasih sayang Allah. Itu berarti
ujian tidak membuat kita bisa evaluasi diri. Selepas dari musibah tersebut,
kita justru akan terkena penyakit berikutnya, yaitu kesombongan. Kita hanya
akan menganggap bahwa kita lepas dari sebuah musibah adalah dari usaha kita
sendiri, tidak ada karunia Allah di sana. Berikutnya, manusia seperti ini tidak
akan mendekat ke Allah dan sangat rawan menjadi kufur. Balasannya bisa tidak di
dunia, tetapi kelak di akherat.
Kita juga
perlu waspada bisa jadi kita gagal melewati ujian yang diberikan oleh Allah
apabila kita menjadi putus asa ketika mendapati suatu musibah. Jika dalam
proses menghadapi sebuah musibah ternyata mulai terasa lelah, tidak kuat dan
ada keinginan untuk menyerah, maka sudah pasti itu adalah bisikan setan.
Apabila ini kita biarkan dan terus menerus kita dengar, ini akan menggerus iman
kita. Bukannya bangkit dan memohon pertolongan Allah, namun justru
berlarut-larut dalam keputus-asaan. Padahal di dalam ayat Al Qur’an Allah telah
menerangkan bahwa Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum apabila ia tidak
merubahnya sendiri.
Dari ikhtisar
di ata, dapat kita rangkai bahwa kesuksesan orang dalam melewati ujian dari
Allah adalah ketika ia dapat menggabungkan antara kekuatan untuk bangkit dan
mendekatnya ia kepada Allah. Sedangkan lawannya adalah putus asa dan
kesombongan.
0 comments:
Post a Comment